(6/6), Yayasan
Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya mengadakan serangkaian acara Bulan
Bung Karno dengan tema Revitalisasi Semangat Patriotik, salah satunya adalah
pameran lukisan 'Sang Fajar'. Acara ini diselenggarakan bersama Pelukis Gallery
Proses Semarang – Hartono, yang menampilkan 47 lukisan tentang 'Jejak Bung
Karno'. Pameran ini dihadiri oleh tiga lembaga pendidikan YPTA Surabaya dan
didukung oleh berbagai organisasi seperti Roemah Bhinneka, Sketsa Indonesia
Tunggal Roso, Komunitas Kebaya Indonesia, dan lainnya. Menurut Pelukis Hartono,
pameran ini adalah kilas balik sejarah jejak Sang Fajar dan menjadi penyemangat
dalam melanjutkan perjuangan Bung Karno. Acara tersebut diakhiri dengan
pembukaan Pameran Lukisan ‘Sang Fajar’ yang akan berlangsung selama sembilan
hari.
Sementara
itu, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya memiliki peran strategis
dalam menanamkan dan memperkuat pemahaman serta pengamalan nilai-nilai
Pancasila di kalangan sivitas akademiknya. Dikenal juga sebagai Kampus
Nasionalis, Untag Surabaya berupaya menjadikan pemikiran Bung Karno sebagai
landasan untuk membentuk karakter, kepribadian, dan wawasan kebangsaan yang
kuat, terutama bagi generasi muda.
Sejalan
dengan upaya tersebut, Untag Surabaya secara konsisten memperingati Bulan Bung
Karno setiap bulan Juni dengan berbagai kegiatan menarik. Salah satu kegiatan
tersebut adalah Seminar Nasional Kebangsaan bertajuk ‘Merajut Kembali
Keindonesiaan’ yang diadakan oleh MKU (Mata Kuliah Umum) Untag Surabaya.
Seminar ini digelar pada 6 Juni di Auditorium lantai enam Gedung R. Ing.
Soekonjono dan merupakan salah satu wujud nyata Untag Surabaya dalam
memperingati Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni.
Rektor
Untag Surabaya – Prof. Dr. Mulyanto Nugroho, M.M., CMA., CPA, menegaskan dalam
sambutannya bahwa semboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’ merupakan keunggulan bangsa
Indonesia. Menurutnya, meski memiliki berbagai perbedaan suku dan budaya, hal
ini harus terus dirajut untuk mempersiapkan Indonesia Emas 2045. "Dengan
merajut perbedaan suku dan budaya, Indonesia dapat memperkuat fondasi persatuan
dan kesatuan serta mewujudkan pembangunan yang adil dan merata. Ini menjadi
landasan kuat bagi kita untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045," ujarnya.
Pada
kesempatan yang sama, Ketua YPTA Surabaya – J. Subekti, SH., MM., mengungkapkan
bahwa kondisi Indonesia saat ini sedang terpecah akibat melemahnya rasa
nasionalisme dan patriotisme. J. Subekti juga menilai bahwa pengamalan nilainilai
Pancasila dalam kehidupan berbangsa semakin menurun. "Berdasarkan survei
litbang, hanya 28 persen anak-anak yang memahami ideologi Pancasila dari guru,
21 persen dari media sosial, dan 49 persen tidak mengerti sama sekali. Oleh
karena itu, mari kita bangun kembali semangat keindonesiaan dengan menyalakan
api perjuangan Bung Karno agar Indonesia tetap dihormati dan diperhitungkan di
kancah internasional," ujarnya.
Seminar
Kebangsaan ini menghadirkan dua pembicara yang kompeten di bidangnya, yakni
Kepala Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada Yogyakarta – Drs. Agus
Wahyudi, M.Si., M.A., Ph.D., dan Sang penulis buku ‘Merahnya Ajaran Sukarno,
Narasi Pembebasan Ala Indonesia’ – Airlangga Pribadi Kusman, S.IP., M.Si.,
Ph.D. Menurut Agus, pendidikan dan pembelajaran Pancasila perlu didorong agar
lebih dikenal oleh generasi muda. Jika sektor ini lemah, yang menjadi taruhan
adalah kelangsungan Republik Indonesia. "Pendidikan moral harus berjalan
secara natural berdasarkan konteks dan pengalaman. Oleh karena itu, kita perlu
menghindari indoktrinasi karena demokrasi membutuhkan warga negara dengan
kesadaran kritis, termasuk dalam mencerna pilihan-pilihan moral dan etik,"
jelasnya.
Sejalan
dengan Agus, Airlangga berpendapat bahwa Indonesia saat ini mengalami krisis
kepemimpinan, sehingga integritas dan etika sangat penting bagi para
penyelenggara negara. "Penting untuk memiliki pemahaman berdasarkan
analisis terkait masalah ekonomi politik serta pijakan politisnya. Selain itu,
penting juga menggali gagasan dan pemikiran Bung Karno di era digital seperti
sekarang," ujarnya. (oy/rz/dl)