Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (SATGAS PPKPT) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya menggelar sosialisasi Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 di Gedung R. Ing Soekonjono lantai enam. Acara ini dihadiri oleh 30 peserta yang terdiri dari jajaran pimpinan fakultas, badan, lembaga, dan biro di lingkungan kampus (2/5).
Ketua SATGAS PPKPT – Irmashanti Danadharta, S.Hub.Int., M.A., dalam sambutannya menekankan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk komitmen Untag Surabaya dalam menghapus segala bentuk kekerasan, baik fisik, verbal, maupun seksual di lingkungan perguruan tinggi. “Untag adalah tempat mencari ilmu, pengalaman, dan pekerjaan. Maka semua civitas akademika memiliki hak untuk merasa aman dalam melaksanakan catur dharma perguruan tinggi,” tegasnya.
Wakil Rektor I – Harjo Seputro, S.T., M.T., menyampaikan rasa terima kasih atas kehadiran narasumber utama. “Pada hari ini, kita kedatangan narasumber ternama yaitu Kepala LLDIKTI Wilayah VII Jatim yang terimakasih telah menyempatkan waktunya untuk memberi wawasan terkait peraturan baru. Kami telah mengumpulkan jajaran pimpinan disini dalam upaya pencegahan kekerasan di kampus. Sejak awal pendirian SATGAS PPKS, pihak kampus terus berkomitmen untuk memperbarui kebijakan dan tetap solid demi integritas akademik,” ujarnya.
Kepala LLDIKTI Wilayah VII Jatim – Prof. Dr. Dyah Sawitri, S.E., M.M., memaparkan tentang pembaruan regulasi. “Terkait peraturan baru, yang dulunya bernama SATGAS PPKS diubah menjadi SATGAS PPKPT karena sekarang tidak lagi hanya ada kekerasan seksual namun jumlah kekerasan berbagai bentuk di lingkungan perguruan tinggi meningkat, maka dari itu Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hukum,” jelasnya.
Dalam pemaparannya, Prof. Dyah menjelaskan jenis-jenis kekerasan apa saja yang kini ditangani oleh SATGAS PPKPT.“Sekarang SATGAS tidak hanya menangani kekerasan seksual, tapi juga kekerasan fisik, psikis, perundungan, diskriminasi, intoleransi, hingga kebijakan yang mengandung kekerasan. Semua ini bisa terjadi secara langsung atau tidak langsung, baik elektronik maupun non-elektronik,” paparnya.
Dekan Fakultas Kedokteran – dr. Poerwadi, Sp.B., Sp.BA (K), juga memberikan tanggapan terkait kasus perundungan yang sempat terjadi di salah satu perguruan tinggi negeri. “Selaku dekan fakultas kedokteran, saya berkomitmen dengan segenap jiwa raga saya untuk menentang segala kekerasan dan perundungan di kampus kami, terutama di fakultas kedokteran ini,” janjinya.
Prof. Dyah menutup sesi sosialisasi dengan menyampaikan sebuah kesimpulan. “Kampus yang bebas dari kekerasan merupakan fondasi krusial dalam mewujudkan kampus yang bereputasi, bermutu, berkualitas dan menjadi kampus yang berdampak bagi masyarakat luas, maka dari itu peran pimpinan perguruan tinggi sangat penting dalam mewujudkan cita-cita ini. Semoga seluruh warga kampus mampu bekerjasama,” tutupnya.(ra/rz)